I was sitting in front of TV with all questions come up on my mind: why this age is often perceived as horrible? why the mass media can easily judging people as criminal without any comprehensive evidence and investigation? why society can extremely wage war each other in the name of politics, religion, and ideology? what's worth of all this? yes, in this age of information people can potentially 'cult' every newsletter that spread out. People tend to take for granted to every information that arose, like they are not having a sense and brain.
The TV news merely give us sensation, instead of solution. Private media bosses are producing news just for the rating, and the mass of people left out in frustrating. The radio massively played pessimistic song. The activists act destructive and flawed, and the government seem to be deaf to all the aspiration. And, where is the love? Where is the hope? So it is important to us to get the momentum to awaken our positive side.
The world now seem to be addicted to criticism, lack of effort toward trust building each other. Therefore, the medicine of all of this problem is that we have to encourage our beliefs upon ourselves. The beliefs that can make ourselves 'real' that no one can affect us to be a rude and pessimistic person.
Daily into Visionary
come as you are. don't worry to be differ 'cause we can make it together :)
Wednesday, June 13, 2012
Monday, June 4, 2012
Kembali..
Setelah sekian lama hampir setahun, aku tidak mengutak-atik blog. Dan akhirnya sampailah ujung jariku untuk mengetik sebuah tulisan lagi.
Aku kembali.. hidup lagi dan lagi.. pernahkah kita merasakan mati di dalam hidup? hidup dalam kematian, kematian dalam hidup. Teka-teki hidup, kadang aku merasa otakku tak mampu, aku terlalu lambat untuk merespon segala sesuatu. Entahlah, kawan mohon bantu.. Tapi tak lupa aku selalu dan harus mengucap syukur atas segala jalan yang telah kutempuh..
Jiwa-jiwa berseri selalu dinanti. Dunia tak lagi mudah, seiring kau beranjak dewasa. Ia menuntut banyak dan mendorong kita sehabis-habisnya untuk berpikir dan bekerja. Lelah kadang terasa, permainan ini dan skenario ini butuh banyak improvisasi. Kita sebagai pemain haruslah menurut pada Sang Sutradara Agung, pada naskah cerita yang telah Ia goreskan. Kita tak bisa menolak, apalagi mengeluh, sebagai pemain yang profesional kita harus berjiwa total mengabdi pada Sang Maha Sutradara demi meluluskan naskah cerita. Tentu, cerita yang digarap Sang Maha Sutradara ialah cerita yang tidak menyedihkan, apalagi menyesatkan. Pastilah sang sutradara menuliskan cerita tentang kebahagiaan dan berujung pada pencerahan jiwa.
Jalan terjal menghadang, demi menuju kebahagiaan. Kita harus bergulat dalam gelap, sehingga kita tahu apa itu arti cerah. Marilah kita mendaki jalan yang curam nan sukar.. Dimanakah kebahagiaan? kita harus mencari di antara kesedihan. dalam dunia yang serba berubah, yang fana, yang rapuh, tak kekal.. tapi sampai kapan kita cari kebahagiaan itu? sampai stress? sampai pikiran kita mengkhayal segala semua yang kita ingini terpenuhi? Aku rasa tidak kawan, sekarang pun kita bisa merasa bahagia, ya kapan dan dimana saja. Tinggal kita yang menentukan mau terus mencari kebahagiaan atau menjadi bahagia saat ini juga. Kurang bahagia apa aku saat ini masih diberi kesempatan bernafas secara gratis? Bayangkan orang-orang yang di rumah sakit, ada yang harus bayar membeli tabung oksigen untuk bernafas..
Baiklah, aku akhiri saja tulisan ini sampai di sini dulu. Mari kita syukuri dalam keseharian yang penuh keajaiban-keajaiban Tuhan. Namun memang orang-orang sering tidak percaya dengan keajaiban, terlebih lagi ke-gaib-an. Akhirul kalam, salam.
Aku kembali.. hidup lagi dan lagi.. pernahkah kita merasakan mati di dalam hidup? hidup dalam kematian, kematian dalam hidup. Teka-teki hidup, kadang aku merasa otakku tak mampu, aku terlalu lambat untuk merespon segala sesuatu. Entahlah, kawan mohon bantu.. Tapi tak lupa aku selalu dan harus mengucap syukur atas segala jalan yang telah kutempuh..
Jiwa-jiwa berseri selalu dinanti. Dunia tak lagi mudah, seiring kau beranjak dewasa. Ia menuntut banyak dan mendorong kita sehabis-habisnya untuk berpikir dan bekerja. Lelah kadang terasa, permainan ini dan skenario ini butuh banyak improvisasi. Kita sebagai pemain haruslah menurut pada Sang Sutradara Agung, pada naskah cerita yang telah Ia goreskan. Kita tak bisa menolak, apalagi mengeluh, sebagai pemain yang profesional kita harus berjiwa total mengabdi pada Sang Maha Sutradara demi meluluskan naskah cerita. Tentu, cerita yang digarap Sang Maha Sutradara ialah cerita yang tidak menyedihkan, apalagi menyesatkan. Pastilah sang sutradara menuliskan cerita tentang kebahagiaan dan berujung pada pencerahan jiwa.
Jalan terjal menghadang, demi menuju kebahagiaan. Kita harus bergulat dalam gelap, sehingga kita tahu apa itu arti cerah. Marilah kita mendaki jalan yang curam nan sukar.. Dimanakah kebahagiaan? kita harus mencari di antara kesedihan. dalam dunia yang serba berubah, yang fana, yang rapuh, tak kekal.. tapi sampai kapan kita cari kebahagiaan itu? sampai stress? sampai pikiran kita mengkhayal segala semua yang kita ingini terpenuhi? Aku rasa tidak kawan, sekarang pun kita bisa merasa bahagia, ya kapan dan dimana saja. Tinggal kita yang menentukan mau terus mencari kebahagiaan atau menjadi bahagia saat ini juga. Kurang bahagia apa aku saat ini masih diberi kesempatan bernafas secara gratis? Bayangkan orang-orang yang di rumah sakit, ada yang harus bayar membeli tabung oksigen untuk bernafas..
Baiklah, aku akhiri saja tulisan ini sampai di sini dulu. Mari kita syukuri dalam keseharian yang penuh keajaiban-keajaiban Tuhan. Namun memang orang-orang sering tidak percaya dengan keajaiban, terlebih lagi ke-gaib-an. Akhirul kalam, salam.
Lyrics of life
"Yeah, we say making changes starts in the little things you do
Revolution begins at home but for most of us it ends there too, and
Doing something we're making changes like changing the brand of crap we buy,
We say it makes a difference but that's just another lie."
- Pinhead Gunpowder, "Life during war time" (Lyrics by Billie Joe Armstrong)
Revolution begins at home but for most of us it ends there too, and
Doing something we're making changes like changing the brand of crap we buy,
We say it makes a difference but that's just another lie."
- Pinhead Gunpowder, "Life during war time" (Lyrics by Billie Joe Armstrong)
Out of Shadow
I'm out from this game
break out from all those wall of fame
there just too much time
I think about those things
that uncertain and void
the shadow of the world
is too bright hurting my eyes
is it real? I guess I want to see something
something beyond my mind
I believe in the universe
that singing for God's grace
everytime I'm awake
I want to find something real
leaving out all those that fake
Within this chest
there is a soul
my heart will go to the place
where I can feel no misery
Sleeping for a hundred, a thousand, a million years
with God embrace my soul
break out from all those wall of fame
there just too much time
I think about those things
that uncertain and void
the shadow of the world
is too bright hurting my eyes
is it real? I guess I want to see something
something beyond my mind
I believe in the universe
that singing for God's grace
everytime I'm awake
I want to find something real
leaving out all those that fake
Within this chest
there is a soul
my heart will go to the place
where I can feel no misery
Sleeping for a hundred, a thousand, a million years
with God embrace my soul
Monday, August 22, 2011
'Amanat Penderitaan Rakyat'
Bagi yang suka membaca sejarah Indonesia, mungkin teman2 sekalian tahu apa yang dinamakan 'Amanat Penderitaan Rakyat' (selanjutnya disingkat 'Ampera'). Ampera adalah ungkapan/slogan yang sering dipakai Presiden Republik Indonesia pertama, Sukarno, untuk mengilhami perjuangannya dalam berbangsa-bernegara yang bertujuan untuk mensejahterakan dan memakmurkan rakyat Indonesia. Dasar pemikiran/latar belakang tercetusnya gagasan Ampera ini adalah bermula dari latar situasi dan kondisi nasib bangsa dan rakyat Indonesia yang sudah beratus-ratus tahun mengalami keterbelakangan dan kemelaratan karena dibelenggu oleh nafsu/sistem kolonialisme-imperialisme. Sistem kolonialisme-imperialisme adalah suatu sistem penguasaan/monopoli oleh segelintir kelompok atas sumber-sumber daya yang menyangkut hajat hidup orang banyak (seperti sumber-sumber daya pangan, pendidikan, kesehatan, perumahan. dll.). Dalam masa penjajahan Hindia-Belanda, kelompok yang memonopoli sumber-sumber daya adalah VOC/pemerintahan Belanda & para pembesar daerah/priyayi pribumi). Singkatnya, mereka yang memonopoli itu tidak sudi untuk membagikan sumber-sumber daya itu kepada semua lapisan masyarakat, maka terjadilah penderitaan rakyat dimana-mana
Melalui text-book sejarah, untuk memahami Ampera sungguh masih abstrak. Pun melalui pemberitaan di media massa, kesulitan-kesulitan masyarakat hanya sebatas di pelupuk mata saja.
Pada akhirnya, Alhamdulillah saya diberi kesempatan untuk melihat lebih dekat apa itu Ampera dan kenapa penderitaan rakyat itu bisa sampai 'ada'. Dengan bersentuhan langsung dengan orang-orang yang sedang mengalami kesulitan-kesulitan hidup tersebut, hati saya bergetar karena buku2 sejarah yang selama ini saya baca serta pemberitaan2 media massa yang sering saya lihat seakan-akan datang 'menampar' wajah saya seiring lalu ada suara berbisik, 'Inilah kenyataan, bung!'.
Awal pertemuan saya dengan Ampera
Waktu itu siang hari di bulan September 2010. Saya sedang dalam perjalanan ke rumah saudara di antar oleh seorang teman. Rumah saudara saya di daerah Cipadu, kabupaten Tangerang Selatan, provinsi Banten. Di dalam perjalanan, saya melihat seorang ibu membawa sebuah map cokelat. Dengan mengendarai sepeda motor, awalnya saya hanya melintasi ibu tersebut yang sedang berjalan kaki, seiring kemudian terlintas di benak saya 'membawa apa ibu itu? Isinya map itu apa?'. Perasaan ingin tahu saya kemudian semakin menjadi-jadi ketika ibu itu dengan mimik wajah memelas berdialog dengan seseorang di jalanan. Sepertinya dari gerak-geriknya ibu itu sedang memohon pertolongan. Namun, sekilas berlalu saya sepertinya tidak terlalu menghiraukan permasalahan ibu itu seiring dengan laju sepeda motor saya yang tanpa henti terus bergerak ke arah rumah saudara saya.
Sesampainya di rumah saudara saya, saya hanya mengantarkan sebuah barang titipan, tidak berlama-lama untuk beramah-tamah dan sebagainya. Langsung saja setelah itu, saya berniat untuk bergegas pulang. Namun tanpa disangka-sangka, ibu yang tadi saya lihat di jalan menghampiri rumah saudara saya. Rumah saudara saya memang tidak jauh dari tempat ibu tadi berdialog dengan seseorang di jalanan. Lantas, ibu itu bertanya, "Mas, boleh minta tolong nggak?". Saya jawab, "Ya, bu, ada apa ya?". "Ini anak saya mau masuk sekolah, tapi nggak ada biayanya. Nih, mas boleh liat sendiri berkas2 anak saya (sambil membuka map amplop berwarna coklat kemudian mengeluarkan kertas-kertas). Ini ada ijazah lulus SMP, Surat Tanda Tamat Belajar (STTB), nilai rapot", ibu itu menjelaskan panjang lebar.
Ibu itu kemudian melanjutkan berkata, "minta tolong mas berapa aja (maksudnya minta uang) seikhlasnya". Dengan dahi yang mengkerut saya berkata dalam hati, "Apa benar berkas2 yang dibawa ini adalah anak ibu ini? bisa aja bohong." Pikirku langsung terarah pada kemungkinan buruk, bahwa ibu ini hanyalah 'seorang minta-minta yang malas bekerja'. Tetapi, saya kemudian tidak mengabaikan ibu ini begitu saja. Ada rasa percaya yang tumbuh di dalam hati saya terhadap ibu ini. Berdasarkan berkas2 yang saya baca, saya melihat seorang potret anak bangsa yang berprestasi. Lantas, saya langsung tergerak untuk membuktikan apakah ibu ini benar2 ibu dari anak yang ada di berkas tersebut, "Bu, sore nanti bisa ketemuan? kalo bisa bawa anak ibu, saya mau ngobrol langsung dengan anak ibu. kita janjian dimana gitu. Rumah ibu dimana?" tanya saya. "Rumah ibu di daerah Cipadu, Kreo, mas." Jawab ibu itu. kemudian saya tanya lagi, "kira2 kita nanti bisa janjian dimana ya?", langsung ibu itu menjawab, "di G**** (salah satu supermarket) aja mas, dari rumah saya lumayan deket kalo kesitu". Saya setuju, "oke deh bu, hmm kira2 jam 4 yaa ketemu disana".
Waktu terus bergulir sampai pada jam 4 sore, saya menunggu ibu tersebut di tempat yang sudah dijanjikan. Jam 4 lewat sedikit, ibu itu belum nampak, dan muncullah prasangka-prasangka buruk di benak saya bahwa ibu tadi berbohong dan sebagainya. Saya sudah ingin bergegas pulang dengan penuh kekecewaan. Namun ternyata takdir Tuhan berkata lain. Saya akhirnya dipertemukan lagi dengan ibu tadi yang membawa serta anaknya. Ternyata benar, anak yang ada di berkas itu memang anak ibu ini. Kemudian saya berkenalan lebih jauh dengan ibu ini beserta anaknya. Nama ibu ini adalah 'Herawati" dan anaknya bernama "Anggi". Setelah berbincang-bincang lebih dalam, akhirnya saya menetapkan hati untuk membantu ibu Herawati. Awalnya saya hanya ingin membantu untuk biaya masuk sekolah Anggi, namun takdir sekali lagi berkata lain. Saya diminta untuk mengajar di sekolahnya Anggi. Dari mengajar, saya mendapat pengalaman baru dan teman-teman baru, yaitu para guru yang mengajar di sana serta teman-temannya Anggi. Sungguh, kepuasan yang tidak bisa digambarkan, betapa Tuhan telah mencurahkan kasih sayang-Nya kepadaku dengan meluaskan tali silahturahmiku ke orang-orang ini:')
Saya mulai menyadari bahwa rasa persaudaraan bukan cuma di lingkaran dalam keluarga saya saja. Lebih dari itu, saya memaknai persaudaraan yang lebih luas dengan orang-orang di luar sana, dari keluarga orang lain yang sebelumnya saya merasa asing. Adalah miris melihat keadaan yang dialami keluarga Ibu Herawati ini, terutama saya memperhatikan masalah keberlanjutan pendidikan anaknya. Anaknya cukup berprestasi, nilai ujian akhirnya di atas rata-rata, dan sebenarnya berpotensi untuk masuk ke SMA/SMK negeri unggulan. Tapi apa mau dikata, kendala biaya kemudian menghalangi jalan anak berprestasi ini untuk bercita-cita lebih jauh.
Ironis memang, kebutuhan dasar pendidikan untuk semua rakyat masih jauh dari kenyataan, padahal dari tahun 1945 sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar. Sosialisasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan sekolah gratis sudah digencarkan dimana-mana, di TV, di spanduk-spanduk, tapi lagi lagi.. kenyataannya kok nggak gratis???
Demikianlah cerita pertemuan saya dengan ibu Herawati, ibu yang memelas minta pertolongan di suatu siang di bulan September 2010. Memelas minta tolong karena terhimpit persoalan biaya pendidikan anaknya. Ternyata sistem kolonialisme-imperialisme itu masih nyata ada sampai sekarang, namun pelakunya adalah BANGSA SENDIRI. Dari sinilah saya kemudian mengilhami arti 'Amanat Penderitaan Rakyat'.
Pada akhirnya, Alhamdulillah saya diberi kesempatan untuk melihat lebih dekat apa itu Ampera dan kenapa penderitaan rakyat itu bisa sampai 'ada'. Dengan bersentuhan langsung dengan orang-orang yang sedang mengalami kesulitan-kesulitan hidup tersebut, hati saya bergetar karena buku2 sejarah yang selama ini saya baca serta pemberitaan2 media massa yang sering saya lihat seakan-akan datang 'menampar' wajah saya seiring lalu ada suara berbisik, 'Inilah kenyataan, bung!'.
Awal pertemuan saya dengan Ampera
Waktu itu siang hari di bulan September 2010. Saya sedang dalam perjalanan ke rumah saudara di antar oleh seorang teman. Rumah saudara saya di daerah Cipadu, kabupaten Tangerang Selatan, provinsi Banten. Di dalam perjalanan, saya melihat seorang ibu membawa sebuah map cokelat. Dengan mengendarai sepeda motor, awalnya saya hanya melintasi ibu tersebut yang sedang berjalan kaki, seiring kemudian terlintas di benak saya 'membawa apa ibu itu? Isinya map itu apa?'. Perasaan ingin tahu saya kemudian semakin menjadi-jadi ketika ibu itu dengan mimik wajah memelas berdialog dengan seseorang di jalanan. Sepertinya dari gerak-geriknya ibu itu sedang memohon pertolongan. Namun, sekilas berlalu saya sepertinya tidak terlalu menghiraukan permasalahan ibu itu seiring dengan laju sepeda motor saya yang tanpa henti terus bergerak ke arah rumah saudara saya.
Sesampainya di rumah saudara saya, saya hanya mengantarkan sebuah barang titipan, tidak berlama-lama untuk beramah-tamah dan sebagainya. Langsung saja setelah itu, saya berniat untuk bergegas pulang. Namun tanpa disangka-sangka, ibu yang tadi saya lihat di jalan menghampiri rumah saudara saya. Rumah saudara saya memang tidak jauh dari tempat ibu tadi berdialog dengan seseorang di jalanan. Lantas, ibu itu bertanya, "Mas, boleh minta tolong nggak?". Saya jawab, "Ya, bu, ada apa ya?". "Ini anak saya mau masuk sekolah, tapi nggak ada biayanya. Nih, mas boleh liat sendiri berkas2 anak saya (sambil membuka map amplop berwarna coklat kemudian mengeluarkan kertas-kertas). Ini ada ijazah lulus SMP, Surat Tanda Tamat Belajar (STTB), nilai rapot", ibu itu menjelaskan panjang lebar.
Ibu itu kemudian melanjutkan berkata, "minta tolong mas berapa aja (maksudnya minta uang) seikhlasnya". Dengan dahi yang mengkerut saya berkata dalam hati, "Apa benar berkas2 yang dibawa ini adalah anak ibu ini? bisa aja bohong." Pikirku langsung terarah pada kemungkinan buruk, bahwa ibu ini hanyalah 'seorang minta-minta yang malas bekerja'. Tetapi, saya kemudian tidak mengabaikan ibu ini begitu saja. Ada rasa percaya yang tumbuh di dalam hati saya terhadap ibu ini. Berdasarkan berkas2 yang saya baca, saya melihat seorang potret anak bangsa yang berprestasi. Lantas, saya langsung tergerak untuk membuktikan apakah ibu ini benar2 ibu dari anak yang ada di berkas tersebut, "Bu, sore nanti bisa ketemuan? kalo bisa bawa anak ibu, saya mau ngobrol langsung dengan anak ibu. kita janjian dimana gitu. Rumah ibu dimana?" tanya saya. "Rumah ibu di daerah Cipadu, Kreo, mas." Jawab ibu itu. kemudian saya tanya lagi, "kira2 kita nanti bisa janjian dimana ya?", langsung ibu itu menjawab, "di G**** (salah satu supermarket) aja mas, dari rumah saya lumayan deket kalo kesitu". Saya setuju, "oke deh bu, hmm kira2 jam 4 yaa ketemu disana".
Waktu terus bergulir sampai pada jam 4 sore, saya menunggu ibu tersebut di tempat yang sudah dijanjikan. Jam 4 lewat sedikit, ibu itu belum nampak, dan muncullah prasangka-prasangka buruk di benak saya bahwa ibu tadi berbohong dan sebagainya. Saya sudah ingin bergegas pulang dengan penuh kekecewaan. Namun ternyata takdir Tuhan berkata lain. Saya akhirnya dipertemukan lagi dengan ibu tadi yang membawa serta anaknya. Ternyata benar, anak yang ada di berkas itu memang anak ibu ini. Kemudian saya berkenalan lebih jauh dengan ibu ini beserta anaknya. Nama ibu ini adalah 'Herawati" dan anaknya bernama "Anggi". Setelah berbincang-bincang lebih dalam, akhirnya saya menetapkan hati untuk membantu ibu Herawati. Awalnya saya hanya ingin membantu untuk biaya masuk sekolah Anggi, namun takdir sekali lagi berkata lain. Saya diminta untuk mengajar di sekolahnya Anggi. Dari mengajar, saya mendapat pengalaman baru dan teman-teman baru, yaitu para guru yang mengajar di sana serta teman-temannya Anggi. Sungguh, kepuasan yang tidak bisa digambarkan, betapa Tuhan telah mencurahkan kasih sayang-Nya kepadaku dengan meluaskan tali silahturahmiku ke orang-orang ini:')
Saya mulai menyadari bahwa rasa persaudaraan bukan cuma di lingkaran dalam keluarga saya saja. Lebih dari itu, saya memaknai persaudaraan yang lebih luas dengan orang-orang di luar sana, dari keluarga orang lain yang sebelumnya saya merasa asing. Adalah miris melihat keadaan yang dialami keluarga Ibu Herawati ini, terutama saya memperhatikan masalah keberlanjutan pendidikan anaknya. Anaknya cukup berprestasi, nilai ujian akhirnya di atas rata-rata, dan sebenarnya berpotensi untuk masuk ke SMA/SMK negeri unggulan. Tapi apa mau dikata, kendala biaya kemudian menghalangi jalan anak berprestasi ini untuk bercita-cita lebih jauh.
Ironis memang, kebutuhan dasar pendidikan untuk semua rakyat masih jauh dari kenyataan, padahal dari tahun 1945 sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar. Sosialisasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan sekolah gratis sudah digencarkan dimana-mana, di TV, di spanduk-spanduk, tapi lagi lagi.. kenyataannya kok nggak gratis???
Demikianlah cerita pertemuan saya dengan ibu Herawati, ibu yang memelas minta pertolongan di suatu siang di bulan September 2010. Memelas minta tolong karena terhimpit persoalan biaya pendidikan anaknya. Ternyata sistem kolonialisme-imperialisme itu masih nyata ada sampai sekarang, namun pelakunya adalah BANGSA SENDIRI. Dari sinilah saya kemudian mengilhami arti 'Amanat Penderitaan Rakyat'.
Apa itu Ampera?
Ampera mencakup segala nasib kehidupan orang-orang yang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya masih kesulitan. Kebutuhan dasar itu mencakup antata lain pangan, pendidikan, kesehatan, perumahan, dan bahkan hiburan. Kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut masih sulit dipenuhi karena tiadanya akses/syarat-syarat yang ringan dan praktis untuk memenuhinya. Rata-rata keadaan yang terbentuk di sekitar penderitaan rakyat adalah suatu keadaan yang serba-sulit, yang serba pelit, orang-orang sudah banyak yang tidak peduli terhadap sesamanya, orang-orang hanya memikirkan perutnya sendiri.
Kenapa sampai ada Ampera?
Coba setiap dari kita berkaca. Nah, di situlah letak terdekat Ampera, mengapa Ampera bisa sampai 'ada', yakni di diri kita sendiri. Kita, manusia, adalah pribadi yang rapuh dan lemah, tetapi terkadang untuk menutupi kerapuhan dan kelemahan kita itu kita justru dengan menguatkan kesombongan diri BUKANNYA bersyukur atas nikmat persaudaraan dan silahturahmi dari Tuhan. Pada akhirnya, kesombongan diri ini membawa kita pada perilaku ketidakpedulian (masa bodoh) terhadap sesama (lo-lo, gue-gue). Perilaku masabodoh manusia otomatis akan mematikan rasa empati di dalam hatinya. Dengan demikian, ketiadaan rasa empati inilah yang menyebabkan munculnya penderitaan rakyat dimana-mana.
Tidak usah jauh-jauh melihat kepada pemerintah, cukup lihat dan benahi dahulu yang terdekat yaitu diri kita sendiri. Sejauh mana kita telah peduli dengan lingkungan sekitar, sesama warga bangsa. Ataukah kita masih hanya berputar-putar hanya mempedulikan keluarga semata? Semakin manusia dewasa maka ia takkan bisa lepas dari masyarakatnya. Jadi jelas, pengabdian kepada keluarga itu harus, tapi pengabdian kepada masyarakat lebih lebih lagi harus ketika orang sudah mencapai tingkat kedewasaan yang cukup. Dengan bekal ilmu & sedikit pengorbanan harta yang kita miliki, insyaAllah itu akan bermanfaat bagi sesama kita. Apapun bidang/profesi/kemampuan yang kita miliki, yakinlah kita bisa bermanfaat bagi masyarakat dan mampu mengilhami apa itu 'Amanat Penderitaan Rakyat'.
Ampera mencakup segala nasib kehidupan orang-orang yang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya masih kesulitan. Kebutuhan dasar itu mencakup antata lain pangan, pendidikan, kesehatan, perumahan, dan bahkan hiburan. Kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut masih sulit dipenuhi karena tiadanya akses/syarat-syarat yang ringan dan praktis untuk memenuhinya. Rata-rata keadaan yang terbentuk di sekitar penderitaan rakyat adalah suatu keadaan yang serba-sulit, yang serba pelit, orang-orang sudah banyak yang tidak peduli terhadap sesamanya, orang-orang hanya memikirkan perutnya sendiri.
Kenapa sampai ada Ampera?
Coba setiap dari kita berkaca. Nah, di situlah letak terdekat Ampera, mengapa Ampera bisa sampai 'ada', yakni di diri kita sendiri. Kita, manusia, adalah pribadi yang rapuh dan lemah, tetapi terkadang untuk menutupi kerapuhan dan kelemahan kita itu kita justru dengan menguatkan kesombongan diri BUKANNYA bersyukur atas nikmat persaudaraan dan silahturahmi dari Tuhan. Pada akhirnya, kesombongan diri ini membawa kita pada perilaku ketidakpedulian (masa bodoh) terhadap sesama (lo-lo, gue-gue). Perilaku masabodoh manusia otomatis akan mematikan rasa empati di dalam hatinya. Dengan demikian, ketiadaan rasa empati inilah yang menyebabkan munculnya penderitaan rakyat dimana-mana.
Tidak usah jauh-jauh melihat kepada pemerintah, cukup lihat dan benahi dahulu yang terdekat yaitu diri kita sendiri. Sejauh mana kita telah peduli dengan lingkungan sekitar, sesama warga bangsa. Ataukah kita masih hanya berputar-putar hanya mempedulikan keluarga semata? Semakin manusia dewasa maka ia takkan bisa lepas dari masyarakatnya. Jadi jelas, pengabdian kepada keluarga itu harus, tapi pengabdian kepada masyarakat lebih lebih lagi harus ketika orang sudah mencapai tingkat kedewasaan yang cukup. Dengan bekal ilmu & sedikit pengorbanan harta yang kita miliki, insyaAllah itu akan bermanfaat bagi sesama kita. Apapun bidang/profesi/kemampuan yang kita miliki, yakinlah kita bisa bermanfaat bagi masyarakat dan mampu mengilhami apa itu 'Amanat Penderitaan Rakyat'.
Sunday, August 21, 2011
Belajar dari Film
21 Agustus 2011, siang hari, aku memesan tiket film bioskop Kung Fu Panda 2 dan Fast & Furious 5. Langsung saja sore harinya kemudian dilanjutkan sampai malam aku berturut-turut menonton film itu..
Aku kagum dengan kedua film tersebut, mengandung banyak filosofi. Seperti waktu2 yang lalu, aku memang pada dasarnya suka untuk mencari-cari filosofi dari semua film yang aku tonton, terkadang suka sampai pusing sendiri berpikir ^_^
Aku banyak belajar dari tokoh-tokoh utama Kung Fu Panda dan Fast & Furious.
Kung Fu Panda.. tokoh utamanya namanya Po, seekor Panda. Karakter Po 'terlihat' begitu bodoh, ceroboh, dan polos. Namun sebenarnya dari sifat dasarnya itulah ia banyak BELAJAR. Karena merasa bodoh, ia tidak pernah sombong, tidak sok tahu. Karena ceroboh, ia tidak ingin lengah untuk jatuh di kesalahan yang sama dan tidak pernah merasa paling benar. Karena polos, ia mengerti arti dari kehidupan yang diliputi oleh rasa persaudaraan, persahabatan, dan keadilan.. jauh dari 'make-up' kehidupan yang diliputi haus kepentingan popularitas, harta, kedudukan, dan kekuasaan.. Bila dibandingkan dengan musuhnya, si Merak, maka terlihatlah apa-apa kebalikan dari sifat Po itu, yaitu sok pintar, sok benar, dan penuh kepentingan.. Dan pada akhirnya juga, sifat-sifat Po itulah yang akan menang. Karena memang itulah hukum alamnya, yang baik pada akhirnya akan selalu menang. Bahwa kejahatan si Merak itu akhirnya terbayar dengan kegagalan.. sifat kesombongan dan kerakusan pada akhirnya harus dibayar dengan penderitaan, kekalahan telak.. Memang seperti dongeng dimana ada 'happily ever after'. Kepolosan Po membawa ia pada kemenangan.
Fast & Furious 5.. aku belajar dari film ini tentang organisasi tim untuk mencapai tujuan dengan perencanaan yang matang dan tentang kejahatan para penegak hukum yang mudah sekali disuap. Ketika melihat para jagoan2 di film ini beraksi, aku selalu berdecak kagum. Jagoan2 di film itu bersatupadu melawan seorang big boss mafia bernama Reyes, yang duitnya berkarung-karung. Jagoan2 di film ini terlihat kompak, merencanakan aksi berdasarkan perhitungan yang matang. Mereka sudah menyiapkan plan A, plan B, plan C. Pada akhirnya kerjasama tim yang pantang menyerah adalah kuncinya. Walau sempat ada kegoyahan di tengah jalan untuk mencapai tujuan karena ada proses/kejadian yang tidak diduga-duga, tapi karena ada kepemimpinan tim yang kuat oleh seorang yang bernama Dom, maka tujuan awal yang telah ditetapkan terus diperjuangkan dengan cara-cara yang menyesuaikan keadaan. Tujuan awalnya adalah untuk 'menyita' atau melenyapkan uang haram sang bos mafia Reyes.
Kemudian tentang kejahatan para penegak hukum yang mudah disuap, aku jadi teringat dengan negeriku sendiri, Indonesia. Sudah menjadi opini umum bahwa 'sebagian besar' penegak hukum di negeri ini masih kotor. Melihat track record kepolisian negeri ini, tidak banyak yang bisa dibanggakan alias miskin prestasi. Kasus suap menyuap justru adalah 'prestasi' nya. Sama dengan film fast & furious 5, tentu saja ini terkait juga dengan perselingkuhan polisi dengan dunia permafiaan, dunianya orang yang tak berhati. Pada akhirnya saya lega, para polisi korup dan para mafioso itu kalah, berkat kegigihan organisasi tim yang dipimpin oleh seorang yang berjiwa besar dan kuat (hatinya) bernama Dom.
Meski yang aku share ini adalah tentang film, bukan dari kisah nyata, namun aku mengajak kalian semua untuk tetap optimis bahwa kebaikanlah yang pada akhirnya akan menang. Happily ever after seperti di cerita film atau dongeng cinderella itu bukanlah omong kosong, bukan hanya ada di film saja, tetapi dapat terjadi di dunia nyata.. bila kita termasuk orang2 yang yakin akan keberadaan Sang MahaKebaikan.
Aku kagum dengan kedua film tersebut, mengandung banyak filosofi. Seperti waktu2 yang lalu, aku memang pada dasarnya suka untuk mencari-cari filosofi dari semua film yang aku tonton, terkadang suka sampai pusing sendiri berpikir ^_^
Aku banyak belajar dari tokoh-tokoh utama Kung Fu Panda dan Fast & Furious.
Kung Fu Panda.. tokoh utamanya namanya Po, seekor Panda. Karakter Po 'terlihat' begitu bodoh, ceroboh, dan polos. Namun sebenarnya dari sifat dasarnya itulah ia banyak BELAJAR. Karena merasa bodoh, ia tidak pernah sombong, tidak sok tahu. Karena ceroboh, ia tidak ingin lengah untuk jatuh di kesalahan yang sama dan tidak pernah merasa paling benar. Karena polos, ia mengerti arti dari kehidupan yang diliputi oleh rasa persaudaraan, persahabatan, dan keadilan.. jauh dari 'make-up' kehidupan yang diliputi haus kepentingan popularitas, harta, kedudukan, dan kekuasaan.. Bila dibandingkan dengan musuhnya, si Merak, maka terlihatlah apa-apa kebalikan dari sifat Po itu, yaitu sok pintar, sok benar, dan penuh kepentingan.. Dan pada akhirnya juga, sifat-sifat Po itulah yang akan menang. Karena memang itulah hukum alamnya, yang baik pada akhirnya akan selalu menang. Bahwa kejahatan si Merak itu akhirnya terbayar dengan kegagalan.. sifat kesombongan dan kerakusan pada akhirnya harus dibayar dengan penderitaan, kekalahan telak.. Memang seperti dongeng dimana ada 'happily ever after'. Kepolosan Po membawa ia pada kemenangan.
Fast & Furious 5.. aku belajar dari film ini tentang organisasi tim untuk mencapai tujuan dengan perencanaan yang matang dan tentang kejahatan para penegak hukum yang mudah sekali disuap. Ketika melihat para jagoan2 di film ini beraksi, aku selalu berdecak kagum. Jagoan2 di film itu bersatupadu melawan seorang big boss mafia bernama Reyes, yang duitnya berkarung-karung. Jagoan2 di film ini terlihat kompak, merencanakan aksi berdasarkan perhitungan yang matang. Mereka sudah menyiapkan plan A, plan B, plan C. Pada akhirnya kerjasama tim yang pantang menyerah adalah kuncinya. Walau sempat ada kegoyahan di tengah jalan untuk mencapai tujuan karena ada proses/kejadian yang tidak diduga-duga, tapi karena ada kepemimpinan tim yang kuat oleh seorang yang bernama Dom, maka tujuan awal yang telah ditetapkan terus diperjuangkan dengan cara-cara yang menyesuaikan keadaan. Tujuan awalnya adalah untuk 'menyita' atau melenyapkan uang haram sang bos mafia Reyes.
Kemudian tentang kejahatan para penegak hukum yang mudah disuap, aku jadi teringat dengan negeriku sendiri, Indonesia. Sudah menjadi opini umum bahwa 'sebagian besar' penegak hukum di negeri ini masih kotor. Melihat track record kepolisian negeri ini, tidak banyak yang bisa dibanggakan alias miskin prestasi. Kasus suap menyuap justru adalah 'prestasi' nya. Sama dengan film fast & furious 5, tentu saja ini terkait juga dengan perselingkuhan polisi dengan dunia permafiaan, dunianya orang yang tak berhati. Pada akhirnya saya lega, para polisi korup dan para mafioso itu kalah, berkat kegigihan organisasi tim yang dipimpin oleh seorang yang berjiwa besar dan kuat (hatinya) bernama Dom.
Meski yang aku share ini adalah tentang film, bukan dari kisah nyata, namun aku mengajak kalian semua untuk tetap optimis bahwa kebaikanlah yang pada akhirnya akan menang. Happily ever after seperti di cerita film atau dongeng cinderella itu bukanlah omong kosong, bukan hanya ada di film saja, tetapi dapat terjadi di dunia nyata.. bila kita termasuk orang2 yang yakin akan keberadaan Sang MahaKebaikan.
Friday, June 24, 2011
Beautiful
this whole world is too hard to described
scattered past on our back
whenever it could comes to our mind
but i know now everything's going to be fine
now i walk through the time
when our mouth stops saying anything
we can only hear the sun, moon, clouds sing
when we couldn't find any words
we can only say sorry and the life goes on
when we stare to the sky
when we laugh and cry
everything is just a matter of time
where everything will be gone forever..
just remember
something beautiful
it can heals all suffer
yes, it's when we see something beautiful
there's no word can describe, just tears and smile
when we cannot define a divine love..
Subscribe to:
Posts (Atom)